Pages

Ngesek dengan Pembantu Baru

Sabtu, 06 Juli 2013

Sebut saja Ryan, seorang mahasiswa sebuah PTS di kota S yang bertampang lumayan tampan dan suka dengan petualangan cinta dan seks. Aku punya pengalaman seks menarik yg ingin aku ceritakan. Waktu itu bulan juni-juli 2002 adalah saat liburan kuliah akupun yg selama kuliah ingekost di kota S akhirnya pulang liburan di kota kelahiranku sekaligus kota kediaman kedua orang tuaku yaitu kota J. Oh ya aku adalah anak tunggal sebuah keluarga berada Ayahku seorang pengusaha sibuk sedangkan ibuku juga seorang wanita karier yg sibuk.

Waktu pulang itu ternyata di rumahku ada seorang pembantu baru, namanya Lastri usianya 18 tahun ia rupanya menggantikan posisi pembantu sebelumnya yaitu mbok ijah 40 tahun yang diberhentikan oleh ibuku gara-gara kerjanya yng tidak benar. Lastri adalah gadis dari kampung, Ia hanya lulusan SD dan kerja menjadi pembantu di Kota untuk 
mencari nafkah dan membantu ekonomi keluarganya di kampung. Awalnya aku tidak terlalu memperdulikannya namun lama kelamaan aku perhatikan kalau Lastri lumayan cantik dan manis, kulitnya cukup bersih meski tidak semulus gadis-gadis cantik mahasiswi di kampus ku.

Tinggi lastri kira-kira 1,65 m, rambut lurus hitam hingga ke punggung, body nya lumayan dan yang paling aku suka adalah ukuran buah dadanya yng ku perhatikan lumayan besar dan montok. Karena mulai sering memperhatikannya dan mulai tertarik dengannya aku yang sudah terbiasa dengan gaya hidup free seks dengan pacar-pacar ku sebelumnya jadi punya rencana untuk bisa meniduri pembantuku itu.

Dan hari itu rencanaku akhirnya kesampai'an juga. Hari itu kedua ortuku keluar kota mengurusi bisnis mereka masing-masing. Artinya saat itu rumah dalam keada'an sepi karena hanya ada aku dan lastri yang ada di rumah. Siang itu setelah membuatkan aku minuman jus buah, aku mengajak ngobrol Lastri di ruang keluarga, kebetulan saat itu pekerjaan lastri sudah tidak ada. Kami ngobrol sambil duduk melihat TV di atas hamparan karpet yng empuk. Aku menanyainya banyak hal mulai dari keadaan keluarganya di kampung dan lain sebagainya. Sambil ngobrol, aku yang sudah pengalaman menaklukkan hati cewek-cewek sejak SMU, terus menatap mata Lastri sewaktu ngobrol dan sesekali memuji kecantikan Lastri dan berkata mengapa gadis secantik dia mau menjadi pembantu.

Lama-lama lastri mulai masuk dalam perangkapku, Ia tersipu malu saat aku puji dan salah tingkah bila aku menatap tajam matanya. Aku berhasil mengakrabkan diri dengannya dan obrolan mengalir lancar lastri tidak sungkan lagi dan bisa aku ajak bercanda. Akupun mulai mengajaknya ngobrol soal pacar, menanyakan apakah ia pernah punya pacar atau apakah dia punya pacar di kampungnya. Saat dia berkata kalau dia pernah sekali pacaran dan putus gara-gara pacarnya pergi ke malaysia sebagai TKI, aku menanyakan apa dia pernah ciuman dengan pacarnya itu apa belum. Dengan malu-malu dia mengaku pernah tapi cuma sekali dan itupun cuma cium pipi.

Lalu dengan kepercayaan diri yang tinggi aku mengeser duduk ku hingga lebih dekat dengannya. Aku terus menatapnya dan kulihat Lastri salah tingkah. Lalu aku meraih dan menarik dagunya dan kudekatkan bibir ku kebibir nya sambil membisikkan pujian tentang kecantikannya. saat itu seharusnya Lastri menyadari gelagat bahwa aku hendak menciumnya tapi dia diam saja membiarkan aku melakukannya. Akhirnya aku berhasil mengecup lembut bibir ranum pembantuku yng muda dan cantik itu. lastri diam saja tidak bereaksi saat aku mulai menggulum bibirnya. Namun saat tanganku mulai menjamah tubuhnya dan mulai meremas buah dadanya dia mulai mulai berusaha menepisnya. "Jangan Mas Ryan.." katanya sambil berusaha menepis tanganku yang mulai nakal menjamah dadanya. "Ayolah lastri, Ijinkan aku melakukannya aku sangat menyukaimu. bukankan kamu juga suka padaku" bisik ku sambil berusaha mencoba menciumi lehernya. "Mas Ryan jangan mas, nanti ketahuan nyonya saya bisa di pecat" katanya sambil mencoba mendorong ku tapi tidak dengan sepenuh hati.

"Kamu tidak perlu takut, Ibuku pergi keluar kota dan baru pulang besok sedang Ayahku juga, Ayolah Lastri ini kesempatan kita" rayuku sambil terus berusaha mendaratkan ciuman ku ke lehernya. Akhirnya lastri terbuai rayuan dan ajakan ku. Aku memeluknya erat dan kulumat bibir ramunnya. Lastri yang semula pasif akhirnya mulai bereaksi membalas lumatan bibir ku. puas melumat bibirnya ciuman ku kualihkan ke lehernya dan terus turun. Dengan cekatan aku membuka bajunya dan BH-nya juga aku lepas. Kini bibir dan lidahku mulai bermain di dadanya. Hmm Payudara lastri ternyata benar-benar indah dan montok ukuran BH-nya kuperkirakan 36B dan punting susu nya yang merah kecoklatan langsung aku lumat dan sesekali aku mainkan dengan lidahku yang basah. Lastri melenguh dan mengelinjang. Birahinya berhasil aku rangsang dan kini ia benar-benar ada dalam penguasaanku.

Tubuhnya lalu aku rebahkan diatas hamparan karpet hingga aku makin leluasa menikmati gunung kembar di dadanya. Tangan kananku tidak tinggal diam menyimkap roknya dan mengerayangi paha mulusnya hingga hingap lah di selangkangan nya yng masih terbungkus celana dalam. Aku juga mulai melucuti pakaianku sendiri dengan tangan kiriku. Saat itu aku tidak mau mengulur-ulur waktu, aku langsung menarik celana dalamnya sementara roknya tidak aku lucuti hanya aku singkap keatas. saat itu akupun sudah telanjang bulat dan torpedo kebanggaanku sudah siap mendongak dengan gagahnya. Aku segera mengambil posisi diatas tubuh lastri yang telah aku telentangkan dengan kedua telapak kaiknya bertumpu di lantai karpet.

Aku membimbing kepala penisku dan mengarahkannya ke liang surga milik Lastri. "Mas saya takut..." rintih lastri saat kepala torpedoku telah ku tempelkan di bibir kewanitaanya yang berbulu halus itu. "Ngak usah takut gak sakit kok " bisik ku mesra sambil mengecupnya. Selanjutnya aku mulai mendorong pelorku agar memasuki liang kewanitaan lastri yang masih liat dan kencang. Kulihat Lastri mengigit bibirnya sambil mengerang. Setelah bersusah payah akhirnya torpedoku berhasil menerobos masuk liang surga lastri. saat itu rasanya nikmat sekali lalu aku mulai menarik dan mendorong kejantannanku menjelajahi memeknya lastri. Lastri mengelinjang, mengerang dan sesekali merintih kesakitan. Aku telah memerawaninya aku lihat ada percikan darah membasahi batang torpedoku dan di sekitar liang kewanitaannya.

"Ohhh...aduh mas ryan sakit oh.. sakit mas" rintih lastri saat aku makin bersemangat mengoyang pantatku maju mundur. Aku tahu kalau torpedoku yang ukuranya lumayan besar itu telah menyakiti kewanitaan lastri yang masih kencang dan sempit itu. "Tidak apa-apa nanti juga hilang sakitnya" bisikku sambil merem melek menikmati memeknya lastri yang serasa memijit dan meremas batang kejantananku. Sementara lastri merus merintih dan mengerang, Ia mengeleng kekanan dan ke kiri. Makin lama gerakan torpedoku makin lancar maju mundur menjelajahi liang surga lastri. Sementara rintihan Lastri mulai berubah menjadi lenguhan dan desahan, tanda kalau Dia mulai merasakan kenikmatan.

Lastri terus mengerang, Ia mengoyangkan pinggulnya menyambut sodokan torpedoku yang terus menghunjam kewanitaanya. Kami sama-sama berpacu mengumbah birahi yg semakin membuncah. Beberapa saat kemudian desahan dan erangan Lastri semakin menjadi-jadi, tubuhnya mengelinjang dan bergetar hebat lalu mengejang. Saat itu aku merasakan liang vaginanya jadi makin basah. Rupanya Lastri telah mencapai puncak.

Karena Lastri sudah orgasme Aku lalu menghentikan permainan. Ku cabut torpedoku dari liang kewanitaannya. Lalu aku memintaanya untuk melakukan oral seks. Awalnya Ia tidak tahu apa itu oral Seks. Setelah aku jelaskan barulah Dia tahu. Kemudian aku duduk di sofa sementara Lastri duduk dilantai dan berada tepat di depan selangkanganku. Rudalku yang masih gagah di pegangnya. Awalnya ia ragu-ragu untuk mengoral rudalku.

Akhirnya ia mau juga dan mulai menciumi pelorku dan akhirnya menjilatinya. Ahhh..rasanya nikmat sekali. Selanjutnya lastri memasukkan batang kemaluanku yg besar dan melengkung itu kedalam mulutnya. Ohh...kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. namun karena dia Ini adalah pengalaman pertamanya giginya beberapa kali mengenai kepala penisku. "Aduh Lastri.., jangan kena gigi dong..nanti lecet" Kuperhatikan wajahnya, lidahnya sibuk menjilati kepala kemaluanku, melingkar kekiri dan kekanan. Aku mengerang dan kujambak rambutnya. Kemudian Ia mengocok Pelorku dengan mulutnya hingga kemaluanku maju mundur dalam mulutnya.

Tak berapa lama aku merasakan kalau rudalku terasa berdenyut-denyut dan makin menegang. Lastri kuminta mengocok pelorku lebih cepat. Aku mengelinjang, mengerang dan tubuhku seperti mengejang. Akhirnya air mani muncrat di dalam mulutnya hingga Lastri hampir tersedak. Air maniku yang lumayan banyak tumpah dari mulutnya dan sebagian membasahi wajahnya. "Mas Ryan kok di tumpahin di mulut Lastri maninya" tanya lastri setelah nyaris tersedak. "maaf lastri, habis aku ngak tahan lagi sih" kataku. Lastri lalu menjilati dan mengulum torpedoku yang berangsur-angur mengecil. Sementara aku membersihkan mani di wajahnya. Lastri lalu kucium mesra sebagai tanda terima kasih karena ia telah memuaskan ku waktu itu.

Setelah istirahat sebentar aku mengajak Lastri kekamar ku dan kami mengulangi nya lagi. Kami kembali bercinta berulang kali sampai puas hingga kami sama-sama terkapar karena kehabisan tenaga.

Ibu Ku Seorang Janda

Kisah ini terjadi sejak lima tahun lalu, saat aku berusia 15 tahun dan ibuku berusia 34 tahun. Aku sendiri tidak mengenal siapa ibuku. Tapi kami hanya berdua. Kami juga tinggal di pondok kecil dekat persawahan kami yang kata ibu ladang dan sawah itu diberikan oleh keluarga ibuku. Saat aku mengajak ibuku ke rumah orangtuanya, nenek dan kakekku, ibuku selalu menolak.

Bahkan ibu sering menangis kalau aku bertanya soal

ayahku dan orangtua ibuku, atau orangtua ayahku. Setelah aku SMA baru aku mengetahui, kalau ibuku, hamil karena kecelakaan. Tak seorang yang mau mengakui kehamilan ibuku, oleh siapapun. Akhirnya ibuku, dipaksa tinggal di perladangan dan sawah milik orangtuanya, karena orangtuanya merasa malu, ibuku hamil tanpa suami.
Aku mengetahui ini, dari seseorang yang mau bercerita tentang siapa aku sebenarnya, setelah berjanji aku tidak bercerita kepada siapapun. Akhirnya aku sangat menyayangi ibuku, karean ibulah satu-satunya milikku.

"Sudahlah, Mak. Aku adalah milik Emak dan Emak adalah milikku. Kita hanya berdua saja," kataku pada suatu petang. Ibuku pun diam. Sepertinya dia sudah mulai curiga, aku mengetahui sejarah kehidupan kami. Ibuku menatapku lembut.
"Yah... hanya kita berdua. Pasti kamu sudah tau cerita dari orang lain," katanya. Aku mengangguk. Ibu pun tak bertanya dari siapa aku mengetahuinya dan ibu juga tidakbercerita tentang apa sebenarnya.

Hanya dengan dililit kain batik sebatas dada, ibuku pun memeluk diriku dengan kasih sayang.

"Rajin-rajinlah belajar," katanya. Aku mengangguk. Dalam pelukannya, aku mencium aroma sabun wangi melintas ke rongga hidungku. Aku balas memeluk ibuku dan kepalaku direbahkan ke dadanya, sembari kepalaku dielus-elus dan sesekali ibu mencium pipiku.
"Hanya kita saling memiliki," katanya lembut. Tanpa sengaja kain batik yang hanya disedikit dimasukkan ke lipatan lain, terlepas. Buah dada ibu menempel di bibirku. Terasa lembut sekali pentil buah dada ibuku. Perlahan aku menjilat dan mengisap pentil tetek ibu.
"Kamu menetek?" sapa ibu.
"Iya, Mak. Bolehkan?" Ibuku pun tersenyum dan mengangguk.
"Nanti lagi neteknya, masukkan dulu bebek ke kandangnya. Setelah itu kita boleh malam malam."
"Setelah makan malam aku boleh menetekkan, Mak?" kataku ingin menetek. Aku merasa begitu nikmat tadi. Ibu tersenyum dan mengangguk.

Bebek dan ayam serta empat ekor kambing aku masukkan ke dalam kandang, sementara ibu menyiapkan makan malam kami. Ingin rasanya ayam dan bebek serta kambing itu cepat memasuki kandang agar aku cepat bersama ibu. Masih terbayang, aku menetek pada ibu tadi. Akhirnya semuanya sudah masuk kandang dan aku berlari kecil menaiki tangga gubuk kami yang terbuat dari bambu bulat. Lampu sentir sudah menyala dan makanan sudah siap. Kami pun makan dengan lahapnya. Sepulang sekolah tadi, aku sudah membantu ibu menanami padi. Aku juga sudah menyelesaikan 15 buah PR yang besok di sekolah akan diperiksa oleh guru.

Usai makan, aku menagih janji ibu, akan mengizinkan aku menetek. Ibu tersenyum, sembari mengangkati piring kotor ketempatnya untuk besok pagi, kami mencucinya.

Pukul 19.00 sudah gelap. Hanya ada lampu senter di depan gubuk kami dan kami memang ada 200 meter dari tepian kampung. Aku pun sedih setelah mendengar cerita, sejak usia 40 hari, aku dan ibuku sudah tinggal di gubuk itu, karena ibuku tidak diizinkan tinggal di kampung bersama orang kampung.

Seperti biasa, ibu cepat masuk kelambu untuk tidur karena lelah dan besok pagi biasanya akan bertanak nasi serta memerah susu kambing untuk minuman pagi setiap pagi, masing-masing satu gelas. Aku pun memasuki kelambu mengikuti ibu, setelah mengecilkan lampu senter, agar hemat minyak tanah.

AKu mendekati ibu. Ibu sudah melepaskan jepitan kain batiknya dan dua buah teteknya menyembul keluar. Ibu menyodorkan kepadaku sebelah buah dadanya dan aku mulai mengisapnya. Aku terkejut saat ibu mendesis-desis.

"Kenapa, Mak? Apa sakit?" tanyaku. Aku melihat senyum ibu di keremangan malam itu.
"Tidak, Nak. Teruskan saja," bisiknya. Dia sodorkan kembali pentil teteknya ke mulutku. Aku mulai mengisapnya dan ibu mengelus-elus kepalaku. 

Kembali ibu mendesis-desis dan memelukku. Dicabutnya pentil teteknya dan ibu mengganti dengan pentil yang lain. Aku terus mengisapinya. Sebelah tangankui dibimbingnya untuk mengelus elus teteknya yang barui saja kuhisap. Aku melakukannya. Bulan hanya mengelus, bahkan meremas-remasnya.

"Teruskan, Nak<" bisik ibu mendesis. Desisnya membuat aku ragu, ta[pi kata teruskan, itu membuat aku makin semangat. Aku terus mengisap tetek ibu dan meremasnya. Saat itu ibu meraba burungku. Diselipkannya tangannya memasuki celanaku. Burungku memang sudah mengeras sejak tadi.
Perlahan ibu menurunkan celanaku yang berkaret, sampai aku telanjang bulat. AKu memang biasa tidur tidak makai baju, agar hemat. Bila aku sudah tertidur, biasanya ibu akan menyelimutiku dengan kain panjang atau sarung.

Ibu pun melepaskan kain batik yang menutupi tubuhnya. Aku merasakan ibu juga sudah telanjang bulat. Ibu memelukku dan kami berpelukan. Dalam pelukan itu, ibu membalikkan tubuhnya dari tidur ibu menyamping jadi terlentang dan aku sudah berada di atasnya. Aku merasakan bulu-bulu kemaluan ibu menggesek-gesek di bawah perutku. Kedua tangan ibu mengelus-elus pantatku. Lalu sebelah tangannya memegang kepalaku dan merapatkan mulutku ke mulutnya. Bibir ibu menjilati bibirku dan mengisapnya.

"Burungnya dimasuki ke tempat Emak," katanya. Aku tau tahu masukan kemana. Aku hanya menggesek-gesekkan burungku ke rambut kemaluan ibu. Ibu mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar dan menangkap burungku lalu dicelupkannya ke dalam lubang. Terasa hangat dan aku merasa nikmat. Ibu pum memeluk pinggangku dengan kedua kakinya dan menolak-nolak pantatku dengan tumit kakinya. Burungku terasa keluar masuk pada lubang itu. Aku merasa enak. Kemudian aku yang memaju mundurkan burungku di dalam lubang itu
Ibu mendesis-desis dan terus mengisap-isap bibirku. Dimintanya aku mengeluarkan lidahku. Lisahku diisap-isapnya dengan lembut. Kemudian diulurkannya lidahnya, aku pun memperlakukan lidahnya seperti ibu memperlakukan lidahku tadi. Kami terus berpelukan, sampai akhirnya aku menekan kuat tubuhku memasukkan sedalam-dalamnya burungku ke dalam lubang itu dan ibu pun mendesis, memelukku sekuat-kuatnya. Aku merasakan ada desir cairan kental melumuri burungku.

"Mak.. aku aku mau kencing," bisikku, sembari terus menekan burungku sedalam-dalamnya.
"Kencing saja, Nak," bisik ibu tersendah. Dan aku pun pipis di lubang ibu. Kali ini, air kencingku tidak seperti kencing biasa. Tapi kencingku nikmat sekali, seperti beberapa hari lalu, aku kencing enak dan terasa demikian kental pada celanaku. Saat aku menceritakan kencing kental itu pada ibuku, dia tersenyum saja.

Kami pun berpelukan, sampai kami terbangun baginya. Aku ikut bangun dan membawa piring kotor ke pancuran kecil di samping rumah dan menyucinya, sementara ibu melepas ayam dan bebek, serta memerah susu kambing dua gelas untuk dimasak dan akan kami minum bersama, setiap pagi.

Saat aku mau pergi ke sekolah, ibu memanggilku.

"Kamu tidak boleh bercerita apapun soal tadi malam ya,' kata ibuku lembut dan tersenyum. Aku mengangguk.
"Berjanji?" ibu menegaskan lagi.
"Berjanji,: kataku. AKu pun pergi ke sekolah, sembari membawa 30 butir telur bebek dan 10 butir telur ayam. Nanti sepulah sekolah uangnya aku setor semua pada ibuku.

Cepat kuserahkan uang penjualan telur kepada ibu, sepulangku dari sekolah. Ibutersenyum menerimanya. Pekan depan, aku akan membelikan baju baru untuk sekolahmu dan sepatu, kata ibu. Aku senang sekali. Aku pun kembali mencari bekicot untuk bebek, lalu memberi makan ayam dan merumput untuk kambing. Pukul 13, kami makan siang. Seusai makan siang ibu menumbuk jejamuan. Ketika kutanya untuk apa, ibu bilang, agar dia tidak hamil.

"Kenapa hamil, Mak?"
"Karena tadi malam," kata ibu.
"Kan Emak tidak punya suami?"
"Ya tidak. Tapi tadi malam kita kan sudah seperti suami isteri?" jawab Emak. AKu mengerti akhirnya. Ternyata apa yang dikatakan temen-temanku, ngentot itu, adalah apa yang kami lakukan tadi malam. Aku diam saja, kemudian aku turun ke sawah meneruskan menanam padi, beerjejer lurus. Emak tersenyum., melihat aku semakin rajin. Setelah selesai membuat jamu, ibu datang mendampingiku, sembari kami menanam padi. Kami terbungkuk-bunguk berhampiran.

"So, apa tadi malam kamu merasa enak, Nak?" tanya ibu perlahan, takut di dengar orang di seberang sawah.
"Enak sungguh, Mak. Easanya Wonsgo ingin lagi," kataku berbisik pula. Ibu tersenyum.
"Anak Enak, ternyata sudah dewasa. Sudah pintar dan harus rajin belajar dan rajin bekerja, supaya terus bisa seperti tadi malam," kata ibu. Aku tersenyum membalas senyum ibu. Setelah selesai satu petak, aku minta izin untuk mengerjakan PR-ku. Ibu tersenyum mengikutiku dan membuatkan aku teh manis panas dan segelas untuk ibu. IBu selalu saja istirahat bekerja, bila aku menyelesaikan PR ku. Ibu juga selalu mengajariku bila aku kurang paham.

"Kamu harus sekolah yang tinggi. Biar nanti hidupmu senang, aku boleh numpang sama kamu," kata ibu selalu saja aku belajar. Aku berjanji akan menyenangkan hati ibu kelak.

Ibu kembali lagi menanam pagi dan aku mengarit rumput untuk empat ekor kambing, tiga betina dan satu jantan. Dua betina sedang memiliki masing-masing tiga ekor anak dan susjnya sangat lancar. Aku selalu memberinya rumput segar, agar susunya banyak dan kami bisa minum susu setiap pagi.
Akhirnya tringgal setengah petak lagi sawah kami belum tertanami. Kami yakin besok kami akan bisa menyelesaikannya.

Sore itu kami istirahat. Kami pun bercerita. Aku sudah kelas dua SMP dan aku memohon agar ibu mau bercerita tentang diriku dan dirinya. Setelah lama terdiam ibu menghapus airmatanya. Kata ibu, dia pernah berpacaran dengan seseorang dari kampung yang 200 meter dari gubuk kami. Dia tak mau menyebutkan namanya. Ibu pun hamil. Tapi keluarga bapakku tak mau mengakui, ibu hamil karena dia. Ibu pun tidak menuntut. Lalu keluarga ibu mengusir ibu karena menanggung aib. Ibu dibuatkan gubuk dan tinggal sendirian di ladang/sawah seluar satu hektar sendirian. Sepanjang malam ibu terus menerus menangis sembari menguatkan hatinya. Sampai menjelang kelahiranku, keluarga ibu membawaku ke rumah seorang bidang kampung dan aku pun lahir. Setelah 40 hari usiaku, ibu kembali ke gubuk bersamaku. 

Aku meneteskan airmata mendengar cerita ibu. Ibu pun memelukku sembari mencium pipiku. Akhirnya aku tahu, rumah kakek dan nenekku, dekat dengan sekolahku. Nenek membuka warung tak jauh dari sekolahku. Di sanalah aku selalu menjualkan telur-telur bebek dan ayamku. Hampir setiap hari nenek melebihkan uang telur. Lain uang telur, nenek menyelipkan uang ke sakuku dan aku terus menabungnya. Itu kulaporkan pada ibu dan ibu mengatakan, agar aku tetap sopan kepada nenek pembeli telur kami, agar nenek tetap memberiku uang. 

Aku pun selalu sopan pada nenek dan nenek sangat senang padaku atas sopan santun ku. Anak-anak nenek yang laki-laki selalu membelikan ku bila ada teman sekolahku mengganggu ku. Aku tidak tahu, kalau mereka adalah paman-paman ku.

"Kamu terus seakan-akan tidak mengetahui kalau aku sudah menceritakan semua ini padamu, Nak," kata ibu.
"Kenap Mak. Bukankah mereka kangen, nenek dan paman ku?"
"Bila kamu sayang pada ibu, ibukti kata-kata ibu. Kalau tidak, ibu akan lari meninggalkanmu," kata ibu sedikit berang. Aku pun mengangguk. Aku kembali di peluk ibu. Saat kepalaku direbahkannya di dadanya, aku langsung meremas tetek ibu dari balik kain batiknya yang ditutupi kebaya pendek. Ibu jarang memakai BH. Ibu pun mendesis-desis.

"Setelah ibu ada di dalam gubuk kamu masuk dan segera kunci pintu," kata ibu melompat ke dalam gubuk kami. Aku mengikuti ibu yang sudah berada di atas kasur meremas-remas teteknya sendiri dan melapas kain batiknya dan kancing kebayanga, walau kebaya itu masih melekat di tubuhnya. Aku cepat memeluk ibu dan mengisapi teteknya, sementara sebelah t anganku meremas tetek yang lainnya. Ibu mengarahkan tanganku sebelah lagi untuk meraba-raba memeknya. Sampai memek ibu menjadi basah dan mengeluarkan aroma aneh.

"Ayo, Nak. Naiki ibu. Masukkan yang dalam," kata ibu. Aku menaiki tubuh ibu, setelah melepas celanaku. Cepat pula ibu mengarahkan burungku ke lubang memeknya. Ibu melebarkan kedua kakinya dan memelukku, sembari mulut kami berpagutan. Aku mencucuk tarik burungku dalam memek ibuku. Nampaknya ibutak sabar. 
Dia membalikkan tubuh kami. Kini ibu sudah berada di atas tubuhku. Ibu duduk di atas tubuhku, lalu pantatnya dia putar-putar ke kanan dan kekiri. Burungku terasa dielus-elus di dalam lubang ibuku. Sampai akhirnya, ibu berhenti memutar pantatnya, kemudian memelukku dan kembali membuat aku berada di atas tubuh ibu. Aku memompa tubuh ibu. Ibu tidak lagi menggoyang-goyang tubuhnya, selain mengusapusap pungungku dengan kedua telapak tangannya, dengan lembut.

Akhrinay aku pipis lagi du lubang ibuku. Aku memeluknya dan ibu memelukku. Di turunkannya aku dari tubuhnya dan dia berdiri, sembari melilitkasn kembali kain batik panjang di tubuhnya.

"Nanti kamu baru turun, setelah ibu kembali ke dalam sawah," katanya. Aku mengangguk, sembari memakai celanaku. AKu tahu ibu ke pancuran kecil samping rumah untuk cebok, kemudian dia kembali menanam padi ke dalam sawah. Aku pun turun dari gubuk kami. Ikut menolong ibu bertanam padi.

"Nanti malam lagi, ya Mak?" kataku perlahan. Ibu merilikku.
"Kok gak puas-puasnya?" bisk ibu pula dengan tersenyum. Dia terus menenam padi dan aku membantunya. Ketika sore dan mata hari sudah benar-benar redup, ibuku naik dan pergi mandi ke pancuran, lalu bertanak tasi dan lauk seadanya. Dua buah telur bebek akan jadi lauk kami malam ini selain sayuran segar. AKu mulai memasukkan rumput ke kandang kambing dan menuntun satu persatu kambing dari tempatnya bertambat. 
Pintu kandang ayam dan bebek kubuka lebar, kemudian aku merazia telur bebek di tempatnya bermain. Ada beberapa butir yang aku temukan dan aku masukkan ke dalam keranjang untuk disatukan dengan telur yang dapat besok pagi untuk kujual ke tempat nenekku.

Bebask, ayam, kambing sudah masuk ke kandang, dan aku pergi mandi.

"Malamnya lama sekali," kataku. Ibu ku tersenyum mengerti apa yang kumau.
Seusai mandi, ibuku mengatakan, hal seperti itu tidak boleh terlalu sering dilakukan. Cuukup hanya dua kali seminggu, biar sehat.
"Jadi malam ini tidak bisa, Mak?" tanyaku kecewwa. Ibu tau aku kecewa. :Lalu kata ibu, Malam ini boleh, tapi setelah itu tiga hari kemudian baru boleh. Pokoknya tiga hari sekali baru boleh. Bila aku berjanji, ibuku akan memberinya, bila tidak, aku tidak bolegh lagi tidur bersama ibuku. Dari pada tidak, aku terpaksa mengikutinya.

Makan malam sudah selesai. Semua pirik kotor sudah disingkirkan. Lampu sentir sudah dikecilkan. IBuku masuk ke dalam kelambu dan aku mengikutinya. 

Ibuku tidak setuju, kalau aku kos. Lagi pula, jarak buguk kami dengan SMU tempat sekolahku hanya 11 Km. Akhirnya, aku setuju, dibelikan sepeda. Lagi pula aku kasihan melihat ibu, akan sendirian di gubuk. JIka ada apa-apa, tentu tidak ada yang menolong ibuku.

Dengan pohon bambu yang rimbun tumbuh di tepian sungai, aku memperbesar kandang kambingku dan akhirnya aku mampu membeli seekor lembu betina. Bebek bertambah demikian juga ayam. Aku harus kerja keras, agar aku bisa sekolah tinggi. Bisa jadi sarjana, seperti cita-cita ibuku. Aku akan membawa pindah ibuku, kalau aku sudah mendapatkan pekerjaan. Aku juga melarang ibuku untuk tidak terlalu keras bekerja. Ibuku harus tetap sehat dan cantik, agar dia bisa menyaksikan aku nanti jadi sarjana. Ibuku tersenyum.

"Ya, aku akan tetapcantik," katanya tersenyum. Ibuku memang pendiam. Dia tidak pernah ke pekan. Dia hidupnya hanya di ladang dan sawah. AKu yang selalu belanja membeli beras dan keperluan lainnya, setelah aku mencatat apa yang kami butuhkan untuk dibeli.

Sepedaku memang sepeda bekas. Tapi aku yakin sepeda itu kuat. Setiap pagi aku naik sepeda ke sekolah. Seusai subuh, aku makan kenanyang, lalu mengayuh sepedaku dengan membawa telur. Terkadang aku membawa genjer, pesanan nenek pemilik warung, untuk dijualkan di warungnya. Sedikit cabai atau apa saja, jika aku berikan, nenek pasti menerimanya dan menjualkannya, lalu diberikan uangnya padaku. Terkadang nenek pemilik warung itu, tidak menerima pembagian hasil. 

Aku sadar, kalau dia adalah nenek kandungku. Aku pun menyadari, kalau dia menyayangiku dan merindukan untuk memelukku atau apalah namanya. Aku pura-pura saja tidak mengetahui siapa dia sebenarnya. Ketika itu kuceritakan pada ibuku, ibuku tersenyum pahit. Ibu tahu, kalau aku sudah mengetahui segalanya. Nampaknya ada kepuasan pada ibuku, karean keluarganya mulai menyayangiku, tapi aku pura-pura tidak tahu. Aku dan ibuku tahu, kalau kakek dan nenek mulai menyadari kesalahan mereka.

Sepulang sekolah, cepat aku makan dan berganti pakaian. Aku membantu ibu panen padi dan mengakatinya ke lumbung padi yang mungil. Butir-butir padi yang berjatuhan, mulai dimakani oleh bebek dan ayam. Aku tersenyum saja.

Aku bercerita, kalau tadi siang orang di kedai nenek bercerita mengatakan aku mirip dengan Parjo.

"Wajah si Wongso ini mirip sekali dengan Parjo. Sedikit pun tidak membuang," kata mereka. Dan nenek mendelik pada orang yang mengucapkan itu. Aku bertanya pada ibu, siapa Parjo itu. Dengan linangan airmata, ibu pun bercerita siapa Parjo dan dimana rumahnya dan apapekerjaannya. 

Aku terkesima, kalau Parho itu adalah ayahku yang menghamili ibuku sekian belas tahun lalu dan tidak mengakuinya. Aku geram. Ibu melarangku marah. Aku harus membuktikan aku bisa jadi sarjana dan lebih baik dari anak-anak Parjo kelak. Jangan dendam. Kalau ditegur, jawab saja dengan lembut dan santun. Jawaban lembut dan santun, akan membuatnya semakin hancur. Kita harus balaskan dendam kita dengan keberhasilan kita, kata ibu padaku. Aku mengikuti saran ibu.

"Ini hari apa bu," tanyaku. Ibu tersenyum.
"Ibu ingat, malam ini jatahmu, Nak. Ibu juga sudah kepingin sekali, tapi janji kita dua kali seminggu, harus kita pegang," kata ibu sembari memarut ramuan jamunya. Dan sudah hampir dua tahun aku menyetubuhi ibuku, ibuku memang tidak hamil. Malamnya kami melakukan persetubuhan yang luar biasa. Kami sama-sama merindu dan sama-sama membutuhkannya. Biasanya setiap pagi, aku akan kembali segar, bila malamnya aku menyetubuhi ibuku.

Siang ini aku pulang sekolah, aku melihat Parjo ada di gubuk kami dan ibu sedang membentaknya. Aku mempercepat laju sepedaku. Setelah sepeda kusandarkan, aku menurunkan keranjang tempat telur, langsung kudekati Parjo, tapi aku bertanya tegas pada ibuku.

"Apa apa, Mak?" kutatapwajah Parjodengan lekat.
"Gak apa-apa?" kata ibu lembut.
"He... ada apa. Koe apain ibuku?" aku menggenggam arit rumput yang baru kemarin sore aku asah tajam. Melihat mataku melotot dan siap mengayunkan arit, ibuku memelukku.

"Jangan So. Aku tidak diapa-apain kok. Usir saja dia pigi dari gubuk kita ini," pinta ibuku.
"Kalau koe tidak segera angkat kaki, kusabit lehermu. Segera pergi. Satu...dua..." aku menghitung. Dengan cepat Parjo meninggalkan gubuk kami. Saat itu, ibu memeluk tubuhku dan menangis. Aku menanyai ibu, apa yang terjadi. Ibu mengatakan, agar ibu mengizinkan Parjo boleh ikut menyekolahkannya. Ibu berang, kenapa setelah Parjo besar, baru mau ikut menyekolahkannya. 

Ibu terus memelukku dan teteknya menempel di dadaku. Aku membelai rambutnya dan mencium lehernya. Tetangga kami menyaksikan kami dari kejauhan dan akhirnya mereka kembali mengerjakan ladang mereka. Aku membimbing ibu ke dalam gubuk dan aku mengganti pakaian sekolahku. Tapi... kontolku tegang saat dipeluk erat oleh ibu. Hanya dengan memakai celana dalam aku mendekati ibu yang sedang melap airmata di pipinya, aku membisikinya.

"Maaak... aku mau. Izinkan aku..." langsung kupeluk ibuku dan mencium bibirnya. Ibu langsung meresponsnya dan kami berciuman. Lidah kami saling berkait dan kami saling menyedot lidah bergantian. Ketika aku melepaskan kain batiknya, ibu mengatakan dia sedang haid. Tadi pagi haidnya datang. Aku kecewa. Ibu tau aku kecewa.

"Jangan kecewa. Ada jalan keluar. Aku dengar dari tetangga," katanya. Cepat di mengambil minyak goreng, dilumaskannya ke kontolku dan ke duburnya. Lalu ibu telungkup dan memintaku menaikinya. Aku enggak mengertyi kenapa kontolku dilumasi dan ibu telungkup. Aku menindih ibu. Dituntunnya kontolku memasuki lubang duburnya.

"Ayo tekan perlahan-lahan," katanya. Aku menekan kontolku. Sulit sekali masuknya. Ibu memintaku agar menekannya lebih kuat lagi dan aku menekannya, sementara kontoljku dalam genggaman tangan ibu. Aku merasakan kontolku memasuki ruang sempit. IBu meringis kuat.
"Sakit, Mak?" tanyaku kasihan.

"Sedikit. Tahan dulu... yah. sudah tekan lagi perlahan," kata ibu dan aku menurutinya. Kontolku sudah lebih separo yang masuk. Ibu meminta aku menahannya sebentar dan aku menahannya. Setelah dua menit ibu meminta agar aku memompanya, bagaimana aku biasa memompa memek-nya. Perlahan aku memompanya. Terasa kontolku seperti di remas-remas. Aku mulai menikmatinya dan ibu mulai mendesah nikmat. Sampai akhirnya aku memuntahkan spermaku.

Akhirnya kesepakatan kami, tidak dua kali seminggu kami melakukan persetubuhan, melainkan tiga kali. Dua kali kami senggama memalui memek dan sekali melalui dubur. Ibu pun akhirnya menikmati persetubuhan kami melalui apa saja dan ibu tak pernah hamil.

Setelah aku mengandangkan kambing dan anak l;embu betina yang baru aku beli, juga ayam dan bebek, aku ke kedai membeli minyak tanah. Aku ketemu dengan Parjo. Kutatap dia dengan tajam, lalu kukeluarkan pisau dari sakuku. Kulihat Parjo tertunduk takut. Setelah aku membeli minyak tanah, kudekati dia.

"Jangan sekali-kali lagi kau dekati ibuku. Kubunuh kau," kataku tegas. Dia diam dan menunduk. Aku melihat airmata nya berlinang.

Aku tidak ingin ibuku menikah lagi dengan laki-laki yang tak bertanggungjawab. Lagi pula kebutuhan ibu lahir batin, mampu ku penuhi demikian sebaliknya.

Kini aku sudah tamat SMU. Aku masuk D-3. Aku berharap, sebentar lagi aku bisa bekerja dan memboyong ibu ke kota, meninggalkan gubuk kami yang reot.

Cerita Dewasa : Kisah Siswi Smp Dengan Pak Gurunya Di Kamar Mandi

Selasa, 11 Juni 2013

Kisah gadis siswi SMP dengan gurunya di kamar mandi ini bermula ketika libur sekolah datang. Siang itu si gadis pergi main ke rumah gurunya yang kebetulan tidak jauh dari rumahnya. Sesampainya di depan rumuh gurunya, ia di sambut baik dan hangat oleh pak gurunya itu.

Di persilahkanlah ia masuk, setelah di dalam dia berbincang-bincang lama dengan gurunya tentang tugas yang di berikannya. Niat awalnya sih memang sekedar diskusi tentang tugas itu, namun akhirnya si gadis merasa perutnya mules dan ijin numpang ke kamar mandi.

Gurunya pun mempersilahkannya untuk segera ke kamar mandi, di tunjukkan lah arah ke kamar mandi dan gadis itu langsung pergi ke kamar mandi. Setibanya di kamar mandi gadis itu melihat banyak pakaian dan celana dalam yang tersebar di kamar mandi. Maklum guru gadis itu kan masih bujang dan tinggal sendiri di rumah itu.

Tidak lama di kamar mandi dia memanggil gurunya dengan alasan meminta bantuan sama gurunya. Datanglah sang guru yang di mintai bantuan tadi.

Ternyata kran air yang ada macet, oleh karena itu guru itu mencoba untuk membetulkannya. Pak guru yang masuk ke kamar mandi melihat gadis muridnya itu hanya memakai kain handuk itu membuat nafsunya muncul seketika.

Setelah selesai membetulkan kran air yang macet tadi pak guru keluar dari kamar mandi, dan tidak lama kemudiaan gadis muridnya pun turut keluar dan berkata “aaah,,, leganya setelah buang air besar.” Dan mengucapkan terima kasih kepada gurunya atas waktu yang di berikannya dan tumpangan kamar mandinya. Just Kidding.. :p
 

Most Reading

Sidebar One